Jumat, 13 April 2012

NAPZA


PENYALAHGUNAAN dan KETERGANTUNGAN NAPZA atau NARKOBA DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
PSIKOFARMAKA dan OBAT TRADISIONAL
Yang dibina oleh Ibu dr. Intan Zaenafree, M. Kes

Description: C:\Users\asus\Pictures\gambar\logo iain.jpg

Disusun oleh :
HAFIZH RAHMAN
104411018

FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012



I.         PENDAHULUAN

Peredaran dan perdagangan NAPZA atau NARKOBA yang terjadi di Indonesia secara ilegal, merupakan suatu kejahatan dan mengakibatkan masalah bagi penyalahgunanya. Namun seringkali korban penyalahguna NAPZA atau NARKOBA secara sadar atau tidak sadar mereka merupakan korban kejahatan. PBB sendiri melihat dan menyatakan bahwa penyalahguna NAPZA atau NARKOBA adalah sebagai korban. Masalah yang terjadi di Indonesia, lebih banyak korban penyalahguna NAPZA atau NARKOBA yang berada di dalam penjara daripada yang menjalani program terapi atau pun rehabilitasi, kondisi ini menunjukkan sebuah ketidakadilan. Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan yang bergerak di bidang NAPZA atau NARKOBA, aparat penegak hukum dan pembuat kebijakan masalah penanggulangan NAPZA atau NARKOBA. Tulisan ini merupakan sebuah tinjauan pustaka berdasarkan aspek kesehatan komunitas dan aspek hukum. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan, masyarakat dan pembuat kebijakan hukum bagi para penyalahguna NAPZA atau NARKOBA.   

II.      RUMUSAN MASALAH

1.      Pengertian Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
2.      Faktor Penyebab Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
3.      Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
4.      Program Terapi dan Rehabilitasi Pada Pelaku Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA

III.   PEMBAHASAN MASALAH

1.         Pengertian Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan / zat / obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak / susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. Adapun NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat / Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah madat untuk NAPZA Tetapi istilah madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis narkotika saja, yaitu turunan opium. 
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau deberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawl symtom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara normal.[1]

2.         Faktor Penyebab Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA

Ada banyak alasan mengapa sesorang menggunakan NAPZA. Bagaimana seseorang mulai menyalahgunakan NAPZA, dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain:
·      Faktor Individu, kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai ataau terdapat pada masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA
·      Faktor lingkungan, meliputi faktor lingkungan keluarga dimana kurangnya komunikasi antara anak dan orang tua, sehingga anak akhirnya berkomunikasi di luar rumah, orang tua yang tidak harmonis, seringkali membuat seorang anak menjadi tidak nyaman berada di rumah, lingkungan sekolah dimana sekolah tidak menyediakan fasilitas untuk aktifitas ekstrakurikuler, lokasi sekolah dekat dengan tempat hiburan. Lingkungan teman sebaya dimana adanya dorongan teman sebaya, apabila tidak menggunakan NAPZA, dianggap tidak moderen dan tidak gaul. Dan terakhir adalah lingkungan masyarakat atau sosial, masyarakat yang tidak perduli dengan situasi lingkungan
·      Faktor NAPZA, mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau, seperti, banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba. Selain itu efek dari obat yang memang dibutuhkan si pengguna.
Faktor-faktor tersebut tidak diatas memang tidak selalu menjadi penyebab utama seorang individu menggunakan NAPZA, harus dilihat kasus perkasus, karena bisa saja anak dari keluarga harmonis menjadi penyalahguna NAPZA. Karena pada dasarnya, tidak seorang individu pun yang ingin menjadi seorang pecandu. Ketergantungan dan efek dari zat, yang akhirnya membuat para penyalahguna NAPZA sulit melepaskan diri dari ketergantungan.
Seorang individu tidak begitu saja mengalami ketergantungan, melainkan terjadi secara bertahap. Dimulai dari tahapan hanya coba-coba saja atau lebih sering disebut tahapan eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai, seperti juga coba-coba merokok, minuman beralkohol, keinginan untuk mencoba banyak hal yang melatar belakanginya, bisa karena ajakan teman, rasa ingin tahu, dan lain-lain. Karena efek yang enak, akhirnya menimbulkan ketagihan dan menjadi suatu kebiasaan, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi.
Tahapan yang lain adalah situasional, menggunakan NAPZA hanya utnuk situasional tertentu, karena sedang merasa sedih, frustasi, tidak ada teman untuk berbagi cerita, akhirnya menggunakan NAPZA, lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan. Tahapan selanjutnya tahap  disebut tahap rekreasional, menggunakan NAPZA hanya untuk rekreasi saja. Dan akhirnya sampai kepada tahap ketergantungan.
Keinginan yang kuat atau rasa ketagihan lah yang membuat seorang individu sulit untuk lepas dari kecanduan, atau lebih sering disebut “Suggesti” yang sangat kuat mendorong individu untuk tidak bisa lepas dari kecanduan. Seringkali, kalau kita mendengar atau melihat seseorang penyalahguna NAPZA atau pecandu, maka kita akan mengatakan “itu adalah hasil dari perbuatan mereka”. Tetapi sebenarnya yang terjadi pada diri sorang pecandu adalah, mereka juga punya keinginan untuk lepas dari ketergantungan, tapi sulit bagi mereka utnuk lepas dari ketergantungan, dimana lingkungan sangat mendukung yaitu tinggal di daerah dimana tempat mendaptakan NAPZA sangat mudah, pengedar yang selalu mencari mereka, support keluarga yang sangat lemah, sehingga akhirnya pecandu sulit untuk tidak menggunakan NAPZA.[2]

3.         Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA

Bahaya dari penyalahgunaan NAPZA  atau dampak yang ditimbulkan sering disebut dengan komorbiditas, sangat tergantung dari jenis NAPZA yang digunakan, secara umum bahaya dari penyalahgunaan NAPZA adalah: menyebabkan euphoria yang hebat, menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis jangka panjang, pengempisan pembuluh darah dan abses, manik mata mengecil, pikiran kacau, depresi, psikosis, penyakit-penyakit jantung atau kardiovaskuler, merusak sel-sel otak, tidak mampu konsentrasi, penurunan kemampuan fisik dan mental, meningkatkan halusinasi, napsu makan menurun, emosional, sulit tidur, nyeri otot, menyebabkan kematian.
Secara medis, dampak atau komorbiditas dari penyalahgunaan NAPZA dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1.    Komorbiditas fisik atau komplikasi medis

·      Disebabkan karena pemakaian yang lama, beberapa zat, apabila digunakan dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan gangguan-gangguan pada fungsi tubuh, seperti heroin, akan mengakibatkan gangguan pada fungsi paru-paru dan jantung, alkohol mengakibatkan gangguan pada fungsi hati, ganja mengakibatkan gangguan pada fungsi mental.
·       Akibat pola hidup yang berubah, karena menjadi pengguna, pola hidup menjadi berubah, napsu makan menurun, lebih banyak mengkonsumsi narkoba, menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan, gangguan pola tidur.
·      Akibat penggunaan jarum suntik bersamaan, mengakibatkan sarana penularan Hepatitis B, hepatitis C dan HIV-AIDS.

2.    Komorbiditas Psikiatrik

Beberapa zat apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan psikiatrik, seperti alkohol, ganja, amfetamin, gangguan-gangguan yang ditimbulkan adalah :
·      Gangguan Tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, kasus-kasus ini ditemukan pada pengguna putaw atau heroin.
·      Paranoid curiga berlebihan), psikosis, depresi berat, kadang-kadang percobaan bunuh diri, ini didapatkan pada pemakai jenis amfetamin.
·      Gangguan Psikotik, cemas, paranoid, kehilangan motivasi, acuh tak acuh, kehilangan motivasi dan daya ingat, ini terjadi pada pengguna ganja.
·      Depresi, cemas, sampai paranoid, ini terjadi pada pengguna jenis sedatip dan hipnotik atau obat-obatan penenang.

3.    Komorbiditas Sosial

Terjadi karena akibat dari ketergantungan zat tersebut dan pengedar membuat lingkungan tidak nyaman, yaitu:

·      Keluarga : dapat terjadi family disease, gangguan proses keluarga, menimbulkan keresahan pada keluarga dalam berbagai bentuk, karena perubahan sikap dan prilaku pengguna yang tidak menyenangkan karena efek dari napza, mengganggu ekonomi keluarga, psikologi.
·      Sekolah : proses belajar mengajar terganggu, penurunan prestasi akademik, meningkatnya kenakalan dan sering membolos, putus sekolah, merusak tatanan pergaulan di sekolah, yaitu hubungan antar teman, guru dan siswa.
·      Masyarakat : Pengembangan jaringan perdagangan, ancaman kehidupan sosial, sulit keluar dari lingkungan pengguna, meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, daya tahan dan kualitas SDM yang lemah
Dampak-dampak tersebut  yang akan dialami  oleh para pengguna. Tentunya kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius, karena dampak dari NAPZA, menimbulkan penderitaan, baik secara fisik, maupun psikologis bagi penggunanya. Namun seringkali masyarakat mengganggap bahwa, kondisi tersebut adalah akibat dari perbuatan pengguna sendiri. Padahal kalau kita lihat dari sisi medis, efek dari NAPZA memang membuat seseorang yang sudah menggunakan NAPZA, sulit untuk lepas dari ketergantungan. Mereka diharuskan menggunakan NAPZA setiap harinya, dikarenakan kebutuhan fisik dan psikis yang dialami akibat ketergantungannya terhadap NAPZA. Apabila tidak menggunakan, maka ia akan mengalami kesakitan secara fisik (withdrawl).
Dengan merujuk dari dampak yang ditimbulkan oleh NAPZA, tepat apabila penyalahguna dikatakan sebagai korban dari NAPZA sendiri. Sehingga yang seharusnya didapat oleh pengguna adalah sebuah proses terapi dan merehabilitasi pengguna. Karena pada dasarnya pengguna sendiri punya keinginan untuk lepas dari ketergantungan.[3]

4.         Program Terapi dan Rehabilitasi Pada Pelaku Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA

Program terapi dan rehabilitasi adalah salah satu rujukan untuk menangani pasien-pasien yang mengalami ketergantungan NAPZA yang dilakukan oleh Instansi pemerintah dan swasta. Program terapi dan rehabilitasi ini bertujuan untuk membina para penyalahguna NAPZA agar dapat pulih dari ketergantungannya dengan menggunakan berbagai pendekatan serta nilai dan norma yang berlaku.(Subhan Hamonangan, Viktimisasi penyalahguna NAPZA akibat dualisme hukum positip) Rehabilitasi sendiri menurut Undang-Undang adalah fasilitas pembinaan bagi penyalahguna NAPZA dari segi medis, psikis dan sosial. Rehabilitasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan dan atau Menteri Sosial (Pasal 39, undang-undang no.5 tahun 1997, tentang psikotropika).
Pada dasarnya tidak ada satu program terapi pun yang bisa membuat para penyalahguna NAPZA  lepas dari ketergantungan. Karena banyak penyalahguna NAPZA yang sudah menjalani berbagai jenis terapi NAPZA, tetap mengalami kekambuhan, karena didalam menjalani terapi NAPZA, tidak hanya pengguna saja yang mempunyai komitmen, tetapi dibutuhkan juga support orang-orang terdekatnya, dalam hal ini adalah keluarga. Karena sering keluarga juga mengalami kejenuhan dalam merawat anggota keluarganya, karena terapi NAPZA membutuhkan perawatan dalam waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Hal tersebut yang menjadi kendala bagi program terapi pasien NAPZA.
Rehabilitasi tidak dapat memberikan jaminan kepada setiap pasien atau klien yang dirawat akan langsung sembuh dari ketergantungan, dalam istilah NAPZA tidak ada kata sembuh, tetapi istilah yang digunakan adalah pulih. Walaupun tidak memberikan jaminan pulih, di dalam rehabilitasi digunakan pendekatan individual dan kelompok untuk menggali lebih jauh permasalahan utama yang dihadapi oleh individu yang mengalami ketergantungan dan mengarahkan yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikan masalahnya.
Tidak semua rehabilitasi menerapkan program pemulihan secara ideal. Masing-masing pelayanan rehabilitasi membuat modifikasi-modifikasi dalam program terapinya. Mengingat perkembangan tren NAPZA yang terus berubah, dan kondisi pasien NAPZA pun dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Kalau dahulu lebih ke arah pelayanan mental dan emosional, tapi saat ini lebih kearah penyelamatan hidup, pelayanan fisik dan psikiatrik. Hal ini disebabkan karena banyak Klien NAPZA yang sudah mengalami komplikasi medis (HIV-AIDS, Hepatitis C dan B, TB-HIV) dan kasus-kasus psikiatrik makin meningkat. Sehingga program rehabilitasi pun mengalami pergeseran, dari program TC (Therapeutic Community) kemudian ada proses modifikasi sesuai kondisi pasien.
Masih terdapat beberapa pusat rehabilitasi yang melakukan pendekatan kedisiplinan ala militer, dimana kekerasan fisik masih sering terjadi. Hal ini dapat terminimalisasi karena dapat dipastikan bahwa setiap lembaga yang mengatasnamakan panti rehabilitasi tidak seharusnya menerapkan atau membiarkan terjadinya kekerasan fisik didalam programnya. Karena pendekatan dengan menggunakan kekerassan fisik pada pasien NAPZA,  tidak akan membuat pennguna pulih, tetapi akan membuat klien trauma menjalani program terapi, termasuk keluarganya.[4]
Penyalahguna NAPZA adalah korban yang harus diselamatkan dari penyakit adiksi. Penyakit ini dapat dipulihkan dengan dukungan dan komitmen yang kuat dari orang-orang terdekat, keluarga, istri atau suami, teman-teman terdekat. Adanya perhatian dan kasih sayang terhadap diri si penyalahguna, karena sesusungguhnya mereka juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang orang-orang di sekelilingnya, hal yang paling utama adalah niat dan kemauan dari diri sendiri.[5]




IV.   SIMPULAN


Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan / Obat Berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. 
Meskipun dalam bidang kedokteran, sebagian besar golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. 
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. 
Promotif, preventif, terapi dan rehabilitasi. Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat di bidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. 
Dari hasil identifikasi masalah NAPZA di lapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan – Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman. 



I.         PENUTUP

Demikianlah makalah yang telah saya susun, kurang atau lebihnya itu bersifat wajar, saya juga menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan. Semua itu karena adanya keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca selain penulis, agar pada periode selanjutnya, penulis dapat membuat makalah yang lebih baik dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita bersama. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Bppsdmk, Depkes, Penyalahgunaan Napza, from http://www.bppsdmk.depkes.go.id, 2009, 30 Maret 2012.
Buletin Jendela, Mengenal Bahaya Napza, from http://buletinjendela. wordpress.com/2009/
05/16/mengenal-bahaya-napza/, 2009, 29 Maret 2012.
Small Crab, Mengenal Napza dan Penyalahgunaannya, from http://www.smallcrab.com/  
anak-anak /547-mengenal-napza-dan-penyalahgunaannya, 2009, 27 Maret  2012.























[1] http://www.smallcrab.com/   anak-anak/547-mengenal-napza-dan-penyalahgunaannya, 2009, 27 Maret  2012.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] http://buletinjendela. wordpress.com/2009/05/16/mengenal-bahaya-napza/, 2009, 29 Maret 2012.
5 http://www.bppsdmk.depkes.go.id, 2009, 30 Maret 2012.