PENYALAHGUNAAN dan KETERGANTUNGAN NAPZA atau NARKOBA DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
PSIKOFARMAKA dan OBAT TRADISIONAL
Yang dibina oleh Ibu dr. Intan Zaenafree, M. Kes
Disusun oleh :
HAFIZH RAHMAN
104411018
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Peredaran
dan perdagangan NAPZA atau NARKOBA yang terjadi di Indonesia secara
ilegal, merupakan suatu kejahatan dan mengakibatkan masalah bagi
penyalahgunanya. Namun seringkali korban penyalahguna NAPZA atau NARKOBA secara
sadar atau tidak sadar mereka merupakan korban kejahatan. PBB sendiri melihat
dan menyatakan bahwa penyalahguna NAPZA atau NARKOBA adalah sebagai korban.
Masalah yang terjadi di Indonesia, lebih banyak korban penyalahguna NAPZA
atau NARKOBA yang berada di dalam penjara daripada yang menjalani program
terapi atau pun rehabilitasi, kondisi ini menunjukkan sebuah ketidakadilan.
Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan yang bergerak di
bidang NAPZA atau NARKOBA, aparat penegak hukum dan pembuat kebijakan masalah
penanggulangan NAPZA atau NARKOBA. Tulisan ini merupakan sebuah tinjauan
pustaka berdasarkan aspek kesehatan komunitas dan aspek hukum. Diharapkan
tulisan ini dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan, masyarakat dan pembuat
kebijakan hukum bagi para penyalahguna NAPZA atau NARKOBA.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
2. Faktor Penyebab Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
3. Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA
atau NARKOBA
4. Program Terapi dan
Rehabilitasi Pada Pelaku Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
III.
PEMBAHASAN
MASALAH
1.
Pengertian Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan / zat /
obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak / susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan
oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan
dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering disebut juga
sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan
perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran. Adapun
NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat /
Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa
dan aparat penegak hukum yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan
NAPZA. Ada juga menggunakan istilah madat untuk NAPZA Tetapi istilah madat
tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan satu jenis narkotika saja, yaitu
turunan opium.
Penyalahgunaan
NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala
atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan
fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
Ketergantungan
adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis,
sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi),
apabila pemakaiannya dikurangi atau deberhentikan akan timbul gejala putus zat
(withdrawl symtom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari
secara normal.[1]
2.
Faktor Penyebab Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA atau NARKOBA
Ada banyak alasan mengapa sesorang
menggunakan NAPZA. Bagaimana seseorang mulai menyalahgunakan NAPZA, dipengaruhi
oleh faktor-faktor, antara lain:
·
Faktor
Individu, kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai ataau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik
maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan
NAPZA
·
Faktor
lingkungan, meliputi faktor lingkungan keluarga dimana kurangnya komunikasi
antara anak dan orang tua, sehingga anak akhirnya berkomunikasi di luar rumah,
orang tua yang tidak harmonis, seringkali membuat seorang anak menjadi tidak
nyaman berada di rumah, lingkungan sekolah dimana sekolah tidak menyediakan
fasilitas untuk aktifitas ekstrakurikuler, lokasi sekolah dekat dengan tempat
hiburan. Lingkungan teman sebaya dimana adanya dorongan teman sebaya, apabila
tidak menggunakan NAPZA, dianggap tidak moderen dan tidak gaul. Dan terakhir
adalah lingkungan masyarakat atau sosial, masyarakat yang tidak perduli dengan
situasi lingkungan
·
Faktor
NAPZA, mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau, seperti,
banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk dicoba. Selain
itu efek dari obat yang memang dibutuhkan si pengguna.
Faktor-faktor tersebut tidak diatas memang
tidak selalu menjadi penyebab utama seorang individu menggunakan NAPZA, harus
dilihat kasus perkasus, karena bisa saja anak dari keluarga harmonis menjadi
penyalahguna NAPZA. Karena pada dasarnya, tidak seorang individu pun yang ingin
menjadi seorang pecandu. Ketergantungan dan efek dari zat, yang akhirnya
membuat para penyalahguna NAPZA sulit melepaskan diri dari ketergantungan.
Seorang individu tidak begitu saja
mengalami ketergantungan, melainkan terjadi secara bertahap. Dimulai dari
tahapan hanya coba-coba saja atau lebih sering disebut tahapan eksperimental,
dimana seseorang coba-coba memakai, seperti juga coba-coba merokok, minuman
beralkohol, keinginan untuk mencoba banyak hal yang melatar belakanginya, bisa
karena ajakan teman, rasa ingin tahu, dan lain-lain. Karena efek yang enak,
akhirnya menimbulkan ketagihan dan menjadi suatu kebiasaan, sehingga tidak
dapat dikendalikan lagi.
Tahapan yang lain adalah situasional,
menggunakan NAPZA hanya utnuk situasional tertentu, karena sedang merasa sedih,
frustasi, tidak ada teman untuk berbagi cerita, akhirnya menggunakan NAPZA,
lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan. Tahapan selanjutnya
tahap disebut tahap rekreasional, menggunakan NAPZA hanya untuk
rekreasi saja. Dan akhirnya sampai kepada tahap ketergantungan.
Keinginan yang kuat atau rasa ketagihan
lah yang membuat seorang individu sulit untuk lepas dari kecanduan, atau lebih
sering disebut “Suggesti” yang sangat kuat mendorong individu untuk tidak bisa
lepas dari kecanduan. Seringkali, kalau kita mendengar atau melihat seseorang
penyalahguna NAPZA atau pecandu, maka kita akan mengatakan “itu adalah hasil
dari perbuatan mereka”. Tetapi sebenarnya yang terjadi pada diri sorang pecandu
adalah, mereka juga punya keinginan untuk lepas dari ketergantungan, tapi sulit
bagi mereka utnuk lepas dari ketergantungan, dimana lingkungan sangat mendukung
yaitu tinggal di daerah dimana tempat mendaptakan NAPZA sangat mudah, pengedar
yang selalu mencari mereka, support keluarga yang sangat lemah, sehingga
akhirnya pecandu sulit untuk tidak menggunakan NAPZA.[2]
3.
Dampak Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA
atau NARKOBA
Bahaya dari
penyalahgunaan NAPZA atau dampak yang ditimbulkan sering disebut
dengan komorbiditas, sangat tergantung dari jenis NAPZA yang digunakan, secara
umum bahaya dari penyalahgunaan NAPZA adalah: menyebabkan euphoria yang hebat,
menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis jangka panjang, pengempisan
pembuluh darah dan abses, manik mata mengecil, pikiran kacau, depresi,
psikosis, penyakit-penyakit jantung atau kardiovaskuler, merusak sel-sel otak,
tidak mampu konsentrasi, penurunan kemampuan fisik dan mental, meningkatkan
halusinasi, napsu makan menurun, emosional, sulit tidur, nyeri otot,
menyebabkan kematian.
Secara
medis, dampak atau komorbiditas dari penyalahgunaan NAPZA dikelompokkan menjadi
3, yaitu:
1.
Komorbiditas fisik atau komplikasi medis
·
Disebabkan karena
pemakaian yang lama, beberapa zat, apabila digunakan dalam waktu yang lama,
akan mengakibatkan gangguan-gangguan pada fungsi tubuh, seperti heroin, akan
mengakibatkan gangguan pada fungsi paru-paru dan jantung, alkohol mengakibatkan
gangguan pada fungsi hati, ganja mengakibatkan gangguan pada fungsi mental.
· Akibat pola hidup yang berubah, karena menjadi
pengguna, pola hidup menjadi berubah, napsu makan menurun, lebih banyak
mengkonsumsi narkoba, menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan, gangguan
pola tidur.
·
Akibat
penggunaan jarum suntik bersamaan, mengakibatkan sarana penularan Hepatitis B,
hepatitis C dan HIV-AIDS.
2. Komorbiditas
Psikiatrik
Beberapa zat apabila digunakan dalam jangka waktu yang
lama dapat menimbulkan gangguan psikiatrik, seperti alkohol, ganja, amfetamin,
gangguan-gangguan yang ditimbulkan adalah :
·
Gangguan
Tidur, gangguan fungsi seksual, cemas, depresi berat, kasus-kasus ini ditemukan
pada pengguna putaw atau heroin.
·
Paranoid
curiga berlebihan), psikosis, depresi berat, kadang-kadang percobaan bunuh
diri, ini didapatkan pada pemakai jenis amfetamin.
·
Gangguan
Psikotik, cemas, paranoid, kehilangan motivasi, acuh tak acuh, kehilangan
motivasi dan daya ingat, ini terjadi pada pengguna ganja.
·
Depresi,
cemas, sampai paranoid, ini terjadi pada pengguna jenis sedatip dan hipnotik
atau obat-obatan penenang.
3. Komorbiditas
Sosial
Terjadi karena akibat dari ketergantungan zat tersebut
dan pengedar membuat lingkungan tidak nyaman, yaitu:
·
Keluarga :
dapat terjadi family disease, gangguan proses keluarga, menimbulkan keresahan
pada keluarga dalam berbagai bentuk, karena perubahan sikap dan prilaku
pengguna yang tidak menyenangkan karena efek dari napza, mengganggu ekonomi
keluarga, psikologi.
·
Sekolah :
proses belajar mengajar terganggu, penurunan prestasi akademik, meningkatnya
kenakalan dan sering membolos, putus sekolah, merusak tatanan pergaulan di
sekolah, yaitu hubungan antar teman, guru dan siswa.
·
Masyarakat
: Pengembangan jaringan perdagangan, ancaman kehidupan sosial, sulit keluar
dari lingkungan pengguna, meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas,
kriminalitas, daya tahan dan kualitas SDM yang lemah
Dampak-dampak tersebut yang akan
dialami oleh para pengguna. Tentunya kondisi ini perlu mendapatkan
perhatian serius, karena dampak dari NAPZA, menimbulkan penderitaan, baik
secara fisik, maupun psikologis bagi penggunanya. Namun seringkali masyarakat
mengganggap bahwa, kondisi tersebut adalah akibat dari perbuatan pengguna
sendiri. Padahal kalau kita lihat dari sisi medis, efek dari NAPZA memang
membuat seseorang yang sudah menggunakan NAPZA, sulit untuk lepas dari
ketergantungan. Mereka diharuskan menggunakan NAPZA setiap harinya, dikarenakan
kebutuhan fisik dan psikis yang dialami akibat ketergantungannya terhadap NAPZA.
Apabila tidak menggunakan, maka ia akan mengalami kesakitan secara fisik
(withdrawl).
Dengan merujuk dari dampak yang ditimbulkan oleh
NAPZA, tepat apabila penyalahguna dikatakan sebagai korban dari NAPZA sendiri.
Sehingga yang seharusnya didapat oleh pengguna adalah sebuah proses terapi dan
merehabilitasi pengguna. Karena pada dasarnya pengguna sendiri punya keinginan
untuk lepas dari ketergantungan.[3]
4.
Program Terapi dan Rehabilitasi Pada Pelaku Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA
atau NARKOBA
Program terapi dan rehabilitasi adalah salah satu
rujukan untuk menangani pasien-pasien yang mengalami ketergantungan NAPZA yang
dilakukan oleh Instansi pemerintah dan swasta. Program terapi dan rehabilitasi
ini bertujuan untuk membina para penyalahguna NAPZA agar dapat pulih dari
ketergantungannya dengan menggunakan berbagai pendekatan serta nilai dan norma
yang berlaku.(Subhan Hamonangan, Viktimisasi penyalahguna NAPZA akibat
dualisme hukum positip) Rehabilitasi sendiri menurut Undang-Undang adalah
fasilitas pembinaan bagi penyalahguna NAPZA dari segi medis, psikis dan sosial.
Rehabilitasi yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan dan atau Menteri Sosial
(Pasal 39, undang-undang no.5 tahun 1997, tentang psikotropika).
Pada dasarnya tidak ada satu program terapi pun yang
bisa membuat para penyalahguna NAPZA lepas dari ketergantungan.
Karena banyak penyalahguna NAPZA yang sudah menjalani berbagai jenis terapi
NAPZA, tetap mengalami kekambuhan, karena didalam menjalani terapi NAPZA, tidak
hanya pengguna saja yang mempunyai komitmen, tetapi dibutuhkan juga support
orang-orang terdekatnya, dalam hal ini adalah keluarga. Karena sering keluarga
juga mengalami kejenuhan dalam merawat anggota keluarganya, karena terapi NAPZA
membutuhkan perawatan dalam waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit.
Hal tersebut yang menjadi kendala bagi program terapi pasien NAPZA.
Rehabilitasi tidak dapat memberikan jaminan kepada
setiap pasien atau klien yang dirawat akan langsung sembuh dari ketergantungan,
dalam istilah NAPZA tidak ada kata sembuh, tetapi istilah yang digunakan adalah
pulih. Walaupun tidak memberikan jaminan pulih, di dalam rehabilitasi digunakan
pendekatan individual dan kelompok untuk menggali lebih jauh permasalahan utama
yang dihadapi oleh individu yang mengalami ketergantungan dan mengarahkan yang
bersangkutan untuk dapat menyelesaikan masalahnya.
Tidak semua rehabilitasi menerapkan program pemulihan
secara ideal. Masing-masing pelayanan rehabilitasi membuat
modifikasi-modifikasi dalam program terapinya. Mengingat perkembangan tren
NAPZA yang terus berubah, dan kondisi pasien NAPZA pun dari tahun ke tahun
mengalami perubahan. Kalau dahulu lebih ke arah pelayanan mental dan emosional,
tapi saat ini lebih kearah penyelamatan hidup, pelayanan fisik dan psikiatrik.
Hal ini disebabkan karena banyak Klien NAPZA yang sudah mengalami komplikasi
medis (HIV-AIDS, Hepatitis C dan B, TB-HIV) dan kasus-kasus psikiatrik makin
meningkat. Sehingga program rehabilitasi pun mengalami pergeseran, dari program
TC (Therapeutic Community) kemudian ada proses modifikasi sesuai kondisi
pasien.
Masih terdapat beberapa pusat rehabilitasi yang
melakukan pendekatan kedisiplinan ala militer, dimana kekerasan fisik masih
sering terjadi. Hal ini dapat terminimalisasi karena dapat dipastikan bahwa
setiap lembaga yang mengatasnamakan panti rehabilitasi tidak seharusnya
menerapkan atau membiarkan terjadinya kekerasan fisik didalam programnya.
Karena pendekatan dengan menggunakan kekerassan fisik pada pasien NAPZA, tidak
akan membuat pennguna pulih, tetapi akan membuat klien trauma menjalani program
terapi, termasuk keluarganya.[4]
Penyalahguna NAPZA adalah korban yang harus
diselamatkan dari penyakit adiksi. Penyakit ini dapat dipulihkan dengan
dukungan dan komitmen yang kuat dari orang-orang terdekat, keluarga, istri atau
suami, teman-teman terdekat. Adanya perhatian dan kasih sayang terhadap diri si
penyalahguna, karena sesusungguhnya mereka juga membutuhkan perhatian dan kasih
sayang orang-orang di sekelilingnya, hal yang paling utama adalah niat dan
kemauan dari diri sendiri.[5]
IV. SIMPULAN
Masalah penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal
masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan / Obat Berbahaya) merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten.
Meskipun dalam bidang kedokteran,
sebagian besar golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA)
masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan
tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila
disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda.
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak
hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh
wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah
sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA
paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah
sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu
mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan
generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
Promotif, preventif, terapi dan
rehabilitasi. Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas
kesehatan itu sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang
berminat di bidang kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini
perlu dikembangkan secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar
yang kokoh dari upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas
mengharuskan pula puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat
berperan lebih proaktif dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di
masyarakat.
Dari hasil identifikasi masalah NAPZA
di lapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan –
Ditjen Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di
beberapa propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali
ternyata pengetahuan petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim
sekali serta masih kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.
I.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah saya
susun, kurang atau lebihnya itu bersifat wajar, saya juga menyadari bahwa
makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan. Semua itu karena adanya
keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari para pembaca selain penulis, agar pada periode
selanjutnya, penulis dapat membuat makalah yang lebih baik dan semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita bersama. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Bppsdmk, Depkes, Penyalahgunaan Napza, from http://www.bppsdmk.depkes.go.id,
2009, 30 Maret 2012.
Buletin Jendela, Mengenal Bahaya Napza, from http://buletinjendela.
wordpress.com/2009/
05/16/mengenal-bahaya-napza/, 2009, 29
Maret 2012.
Small Crab, Mengenal Napza dan Penyalahgunaannya, from http://www.smallcrab.com/
anak-anak /547-mengenal-napza-dan-penyalahgunaannya, 2009, 27 Maret 2012.